Orang tua
merupakan sosok yang paling dekat hubungannya dengan anaknya. Pengorbanan orang
tua sungguh tiada tara, mereka mendidik kita dan menyerahkan hidupnya untuk
keselamatan anaknya.
Islam
mengajarkan agar seorang anak untuk selalu menaati orang tuanya selama tidak
bertentangan dengan agama. Dalam Al-Qur’an Allah sering mengiringkan perintah
ta’at kepada-Nya diikuti dengan berbuat baik pada orang tua, karena merekalah
tangan kedua setelah Allah. Sebagaimana Firman Allah swt. dalam surah An-Nisa’
ayat 36 sebagai berikut.
Artinya:
“Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu memperekutukan-Nya dengan sesuatu
apapun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak
yatim, orang-orang miskin. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan
membanggakan diri.” (QS. An-Nisa 4:36).
Dalam ayat
tersebut dijelaskan bahwa kita diwajibkan beribadah kepada Allah swt., juga
berbuat baik kepada orang tua. Terutama seorang Ibu yang secara khusus Allah
menyebutkan betapa berat mendidik anaknya, sejak dalam kandungan, melahirkan,
menyusui, serta mendidik ke tahap selanjutnya.
Oleh karena
itu, ketika Rasulullah saw. ditanya, kepada siapa lebih awal berbuat baik?
Beliau menjawab “kepada Ibumu, lalu Ibumu, dan Ibumu baru kemudian kepada
bapakmu.”
Selanjutnya
Allah swt. memerintahkan bersyukurlah atas ni’mat iman dan ihsan serta
bersyukurlah kepada orang tua mu atas ni’mat tarbiyyah (pendidikan).
Karena keduanya penyebab adanya kamu dan karena pendidikan mereka yang baik
sehingga menjadi kuat.
Kita harus
selalu berbuat baik kepada kedua orang, sebagaimana Firman Allah dalam surah
Luqman ayat 14.
Artinya :
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang
tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah,
dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua
orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu” (QS. Luqman 31:14).
Dan yang harus menjadi pertimbangan adalah pendidikan dan kasih sayang
orang tua terhadap anaknya tidaklah hanya dua tahun. Sebagaimana tuntunan
Al-Qur’an, pendidikan anak diberikan sampai sang anak dewasa, bahkan sampai
sang anak berkeluarga, seorang ibu pun sering membimbing anaknya.
Tetapi perlu diperhatikan, jika kedua orang tua membawa kita untuk
kekufuran dan syirik kepada Allah swt., maka tidak perlu untuk di ta’ati.
Akan tetapi, tetaplah bergaul dalam urusan dunia baik dengan baik dan Ihsan
sekalipun mereka musyrik. Karena kekufuran , mereka terhadap Allah, tidaklah
menghilangkan kelelahannya dalam mendidik anak-anaknya, maka wajarlah jika
Allah memerintahkan kita untuk merawat kedua orang tua kita pada masa tuanya
ditunjukkan dalam firman Allah swt. QS. Al-Isra ayat 23 berikut.
Artinya :
Dan Tuhanmu menetapkan bahwa janganlah kamu menyembah melainkan kepada-Nya dan
berbuat baiklah kepada ibu bapak. Jika sampai salah seorang mereka atau
keduanya telah tua dalam pemeliharaanmu (berusia lanjut), maka janganlah engkau
katakan kepada keduanya “ah” dan janganlah engkau bentak keduanya, dan
berkatalah kepada keduanya perkataan yang mulia (23). Dan rendahkanlah dirimu
terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah “Wahai Tuhanku!
Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu
kecil (24)” (QS. Al-Isra 17 : 23-24).
Dari
penjelasan di atas kita dapat menyimpulkan bahwa adab kepada orang tua (yang
masih hidup) adalah sebagai berikut.
1. Jangan
berkata kasar yang dapat menyakiti perasaan kedua orang tua.
2. Berkata
baik, sopan dan santun kepada kedua orang tua
3. Bertanggung
jawab atas kehidupan dan kesejahteraannya di hari tuanya
4. Merendahkan
diri di hadapan kedua orang tua.
5. Jangan
membentak atau memarahi kedua orang tua
Maka
merugilah orang yang bersama kedua orang tuanya tetapi ia tidak bisa
memeliharanya dengan baik dan berbakti kepada keduanya.
2. Adab terhadap guru/dosen
Guru/dosen merupakan ‘orang tua kedua’ kita, merekalah
yang berjasa dalam mendidik kita setelah orang tua, Ilmu yang kita peroleh saat
ini tidak lepas dari peranan seorang guru, seseorang dapat membedakan baik dan
buruk karena ilmu. Islam meletakkan ilmu di atas yang lainnya, dan Islam juga
meninggikan derajat orang yang berilmu dibanding yang lain.
Sebagaimana sabda Rasulullah saw. yang artinya
“Umamah Al-Bahili berkata bahwasannya Rasulullah saw. bersabda : “Kelebihan orang alim (ulama) atas ahli
ibadah seperti kelebihanku atas orang yang paling rendah di antara kamu.
Kemudian Baginda besabda lagi : Sesungguhnya para malaikat dan penduduk langit
dan bumi hingga semut dalam lubangnya serta ikan bersalawat (berdoa) untuk
orang-orang yang mengejar kebaikan kepada manusia” (HR. Imam Tirmidzi).
Selain itu biasanya Orang tidak memiliki banyak waktu
untuk mengajarkan berbagai macam ilmu kepada anaknya, maka dari itu peran guru/dosen
adalah mengajarkan berbagai macam ilmu. Setelah hormat dan ta’at kepada orang
tua, setiap muslim wajib hormat dan menghargai gurunya/dosennya, karena gurunya
merupakan orang yang perannya sangat penting dalam mendidik kita. Oleh karena
itu, sudah seharusnya seorang siswa menghargai dan menghormati gurunya
Sebagaimana diperintahkan dalam sabda Nabi Muhammad saw. berikut.
Artinya :
muliakanlah orang-orang yang telah memberikan pelajaran kepadamu. (HR. Abu
Hasan).
Orang yang
berilmu tidaklah pandai begitu saja tanpa proses belajar. Proses belajar bisa
dilakukan secara formal maupun non-formal. Proses belajar biasanya membutuhkan
pembina yang biasa disebut guru/dosen, yang mempunyai andil besar dalam proses
belajar. Guru/doesen akan membukakan pintu-pintu ilmu lain baginya, yang
menunjukkan bila kita salah, agar tidak tergelincir pada kekeliruan. Hendaknya
orang yang sedang belajar dan berilmu itu bersikap baik terhadap guru/dosen.
Berikut
adalah beberapa adab murid kepada guru.
1. Muliakan
dan menghormati guru
Memuliakan
orang yang berilmu/guru/dosen termasuk perkara yang dianjurkan, sebagaimana
Rasulullah saw. berikut.
Ibnu Abbas
r.a berkata : Rasulullah saw. bersabda : “Bukan
termasuk golongan umatku orang yang tidak menyayangi yang muda, tidak
menghormati yang tua, tidak memerintahkan kebajikan dan tidak melarang
kemungkaran” (HR. Tirmidzi).
Agar mendapat ilmu dan taufik, seorang murid hendaknya memuliakan dan
menghargai guru, serta berlaku lemah lembut dan sopan santun, jangan memotong
pembicaraannya, dan memperhatikan dengan baik. Agar kita mendapat ilmu yang
bermanfaat.
2. Mendoakan
untuk kebaikan bagi guru
Ibnu Umar
r.a. berkata, Rasulullah saw. bersabda : “Jika
ada orang yang memberilmu, maka balaslah pemberian itu, jika tidak bisa
membalasnya, maka doakanlah ia, sehingga kamu memandang telah cukup membalas
kebaikan tersebut”.
Ibnu Jama’ah
ra. berkata : “Hendaklah seorang penuntut ilmu mendoakan gurunyqa sepanjang
masa, memperhatikan anak-anaknya, kerabatnya, dan menunaikan haknya apabila
telah wafat”. “Dan karena ilmu yang telah diberikannya juga, hendaknya seorang
murid mendoakan gurunya, semoga ia diberikan pahala atas ilmu yang telah
diberikan kepada muridnya”.
3. Rendah
hati kepada guru
Sama halnya
dengan adab kepada orang tua, kita juga harus merendahkan hati kepada guru,
walaupun sang murid lebih pintar, hendaknya menghidari perdebatan dengan guru,
dalam hal ini seorang murid hendaklah bersikap rendah hati kepada gurunya,
karena sesungguhnya rendah hatinya seorang murid kepada gurunya adalah
kemuliaan dan tunduknya adalah kebangaan, sebagaimana Ibnu Jama’ah pernah
mengatakan demikian.
Nabi
Muhammad saw. bersabda, yang artinya : “Abu Hurairah ra. berkata : bahwasanya
Rasulullah saw. bersabda :”Pelajarilah ilmu, pelajarilah ilmu ketenangan dan
kesopanan, dan rendahkanlah dirimu terhadap orang yang kamu ambil ilmunya” (HR.
Tabrani). Ibnu Abbas juga peenah menyampaikan :”Aku merendahkan diri tatkala
aku menuntut ilmu, maka aku dimuliakan tatkala aku menjadi guru”.
4. Mencontoh
Akhlaknya
Guru adalah teladan bagi muridnya, oleh karenanya, hendaklah seorang murid
mencontoh akhlak dan kepribadian gurunya yang baik. Seperti mencontoh kebiasaan
dan ibadahnya. Seorang guru pasti membrikan hal-hal yang baik secara lisan atau
perbuatan terhadap murid-muridnya.
5.
Menenangkan hati guru
Seorang murid hendaknya tidak membuat gusar gurunya. Imam Syafi’i dalam
pertemuannya dengan gurunya, Imam Malik, pada tahun 170 H, hampir tidak pernah
meninggalkan gurunya sampai gurunya wafat pada tahun 179 H. Imam Syafi’i tidak
pernah meninggalkannya, kecuali ketika ia pergi ke Mekah untuk menjenguk ibunya
ataupun pergi ke pusat ilmu atau faqoh. Itupun setelah diperoleh izin dan restu
daru gurunya.
6.
Memperhatikan adab-adab ketika berada di depan guru
a. Adab Duduk
Syaikh Bakr Abu Zaid Rahimahullah di dalam
kitabnya Hilyah Tolibil Ilm mengatakan, “Pakailah adab yang
terbaik pada saat kau duduk bersama syaikhmu, pakailah cara yang baik dalam
bertanya dan mendengarkannya.”
Syaikh Utsaimin mengomentari perkataan ini, “Duduklah dengan
duduk yang beradab, tidak membentangkan kaki, juga tidak bersandar, apalagi
saat berada di dalam majelis.”
Ibnul Jamaah mengatakan, “Seorang penuntut ilmu harus duduk rapi,
tenang, tawadhu’, mata tertuju kepada guru, tidak membetangkan kaki, tidak
bersandar, tidak pula bersandar dengan tangannya, tidak tertawa dengan keras,
tidak duduk di tempat yang lebih tinggi juga tidak membelakangi
gurunya”.
b. Adab Berbicara
Berbicara dengan seseorang yang telah mengajarkan kebaikan
haruslah lebih baik dibandingkan jika berbicara kepada orang lain. Imam Abu
Hanifah pun jika berada depan Imam Malik ia layaknya seorang anak di hadapan
ayahnya.
Para Sahabat Nabi shallahu
‘alaihi wa sallam, muridnya Rasulullah, tidak pernah kita dapati mereka
beradab buruk kepada gurunya tersebut, mereka tidak pernah memotog ucapannya
atau mengeraskan suara di hadapannya, bahkan Umar bin khattab yang terkenal
keras wataknya tak pernah menarik suaranya di depan Rasulullah, bahkan di
beberapa riwayat, Rasulullah sampai kesulitan mendengar suara Umar
jika berbicara. Di hadist Abi Said al Khudry radhiallahu ‘anhu juga
menjelaskan,
“Saat
kami sedang duduk-duduk di masjid, maka keluarlah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam kemudian duduk di hadapan kami. Maka seakan-akan di atas
kepala kami terdapat burung. Tak satu pun dari kami yang berbicara” (HR. Bukhari).
Sungguh adab tersebut tak terdapatkan di umat manapun.
c.
Adab
Bertanya
Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman,
“Maka
bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak
mengetahui” (QS. An Nahl: 43).
Bertanyalah kepada para ulama, begitulah pesan Allah di ayat ini,
dengan bertanya maka akan terobati kebodohan, hilang kerancuan,
serta mendapat keilmuan. Tidak diragukan bahwa bertanya juga mempunyai adab di
dalam Islam. Para ulama telah menjelaskan tentang adab bertanya ini. Mereka
mengajarkan bahwa pertanyaan harus disampaikan dengan tenang, penuh
kelembutan, jelas, singkat dan padat, juga tidak menanyakan
pertanyaan yang sudah diketahui jawabannya.
Di dalam Al-Qur’an terdapat kisah adab yang baik seorang murid
terhadap gurunya, kisah Nabi Musa dan Khidir. Pada saat Nabi Musa ‘alihi
salam meminta Khidir untuk mengajarkannya ilmu,
إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ
مَعِيَ صَبْراً
“Khidir menjawab, Sungguh, engkau(musa) tidak
akan sanggup sabar bersamaku” (QS. Al Kahfi: 67).
Nabi Musa, Kaliimullah dengan segenap
ketinggian maqomnya di hadapan Allah, tidak diizinkan untuk
mengambil ilmu dari Khidir, sampai akhirnya percakapan berlangsung dan
membuahkan hasil dengan sebuah syarat dari Khidir.
فَلا تَسْأَلْنِي عَنْ
شَيْءٍ حَتَّى أُحْدِثَ لَكَ مِنْهُ ذِكْراً
“Khidir berkata, jika engkau mengikuti maka
janganlah engkau menanyakanku tentang sesuatu apapun, sampai aku
menerangkannya” (QS. Al Kahfi:70).
Jangan bertanya sampai diizinkan, itulah syarat Khidir kepada
Musa. Maka jika seorang guru tidak mengizinkannya untuk bertanya maka jangalah
bertanya, tunggulah sampai ia mengizinkan bertanya. Kemudian, doakanlah guru
setelah bertanya seperti ucapan, Barakallahu fiik, atau Jazakallahu
khoiron dan lain lain. Banyak dari kalangan salaf berkata,
ما صليت إلا ودعيت لوالدي
ولمشايخي جميعاً
“Tidaklah aku mengerjakan sholat kecuali aku pasti mendoakan kedua
orang tuaku dan guru guruku semuanya.”
d. Adab dalam Mendengarkan Pelajaran
Sudah kita ketahui kisah Nabi Musa yang berjanji tak
mengatakan apa-apa selama belum diizinkan. Juga para sahabat Rasulullah yang
diam pada saat Rasulullah berada di tengah mereka.
Bahkan di riwayatkan Yahya bin Yahya Al Laitsi tak beranjak dari
tempat duduknya saat para kawannya keluar melihat rombongan gajah yang lewat di
tengah pelajaran, yahya mengetahui tujuannya duduk di sebuah majelis adalah
mendengarkan apa yang dibicarakan gurunya bukan yang lain.
Apa yang akan Yahya bin
Yahya katakan jika melihat keadaan para penuntut ilmu saat ini, jangankan
segerombol gajah yang lewat, sedikit suarapun akan dikejar untuk mengetahuinya
seakan tak ada seorang guru di hadapannya, belum lagi yang sibuk berbicara
dengan kawan di sampingnya, atau sibuk dengan gadgetnya.
Ada sebuah cerita tentang Imam Syafi’i, ketika beliau berziarah ke makam
Abu Hanifah, ia datang bersama dengan salah satu murid seniornya Abu Hanifah,
bernama Hasan Asy-Syaibani. Setelah tiba di makam, Hasan Asy-Syaibani mempersilahkan
Imam Syafi’i untuk menjadi imam shalat subuh.
Pada rakaat kedua Imam Syafi’i tidak membaca qunut; padahal dalam
mahzabImam Syafi’i sendiri membaca qunut asalah sunat ab’ad, tetapi beliau
meninggalkan membaca qunut.
Setelah selesai shalat, Hasan Syaibani bertanya, “Mengapa Anda tidak
membaca qunut wahai Syafi’i? Bukankah engkau berpendapat bahwa qunut subuh
sebuah amalan sunat yang perlu dibaca?” Aku malu dengan pemilik kuburan ini”
Sahut Imam Asy-Syafi’i.
Setiap manusia memiliki teman sebaya. teman sebaya ialah teman yang umurnya
sama atau hampir sama dengan umur kita. misalnya teman satu kelasmu,teman
belajar,dan bermain,sebagai teman,kita selalu bergaul,dan bekerja sama.kita
saling bersaudara dengan teman.oleh karena itu,tali
persaudaraan dengan teman harus dijaga agar jangan sampai renggang dan
putus jangan pula saling bermusuhan dengan teman.Untuk memelihara hubungan baik
dengan teman,perlu diperhatikan adab sopan santun,caranya sebagai berikut:
1.
Ucapkan lah salam atau Assalamu'alaikum jika bertemu dengan teman
2.
Berbuat yang baik dan jujur kepada teman
3.
Berbicara lemah lembut kepada teman
4.
Tidak menyakiti dan menyinggung perasaan teman
5.
Memaafkan kesalahan teman
6.
Menerima kelebihan dan kekurangan dari teman
7.
saling menghargai dan menghormati
8.
Saling tolong-menolong dan membantu dalam kebaikan dan taqwa
9.
Tidak sombong sesama teman,
10.
tidak kikir sesama teman
11.
Dilarang atau jangan mencari-cari kesalahan,
keburukan atau aib orang lain